Welcome>>Selamat Datang Di Blog Marga Sung ^^

Kamis, 24 September 2015

Legenda tentang Asal Usul Hari Tiong Ciu



Tanggal 15 bulan 8 Imlek adalah Festival Rembulan atau hari Tiong Ciu, salah satu hari raya tradisional yang sangat penting di Tiongkok. Tiong Ciu biasanya jatuh pada pertengahan musim gugur, maka juga disebut sebagai Hari Raya Pertengahan Musim Gugur.

Kini di Tiongkok terdapat banyak peninggalan sejarah seperti "Altar Sembahyang Bulan", "Serambi Sembahyang Bulan" atau "Gedung Menikmati Bulan". Misalnya "Kuil Bulan" (月坛) yang terletak di sebelah barat kota Beijing, adalah sebuah bangunan khusus untuk upacara sembahyang kepada bulan yang dibangun pada masa Dinasti Ming (1368-1644 Masehi).

Pada Hari Tiong Ciu, biasanya orang Tiongkok menaruh meja sembahyang di halaman terbuka, dengan disedikan kue bulan, delima, kurma dan kuaci di atasnya, setelah bersembahyang kepada bulan, anggota sekeluarga duduk berkeliling di meja, makan sambil ngobrol, bersama-sama menikmati pemandangan bulan purnama.
Makan kue bulan atau Tiong Ciu Piah pada hari raya tersebut adalah adat-istiadat masyarakat Tionghoa. Kue bulan yang berbentuk bulat melambangkan reuni keluarga.

Mengenai asal usulnya Hari Tiong Ciu, legenda "Chang'e terbang ke bulan" adalah salah satu cerita yang paling popular di Tiongkok.

Konon pada zaman dahulu, di langit terdapat 10 matahari sehingga padi-padi di ladang terpanggang hangus, dan dzi bumi binatang ganas dan ular berbisa merajalela ke mana-mana. Waktu itu, di bumi ada seorang pahlawan yang namanya Hou Yi. Hou Yi yang pandai memanah pada suatu hari menaiki gunung Kunlun dan dengan berani memanah jatuh Sembilan dari 10 matahari di langit, dan memerintahkan satu matahari yang sisa harus naik turun sesuai dengan jadwalnya.

Sejak itulah, Hou Yi menjadi pahlawan yang sangat dihormati rakyat, kemudian dia memperisteri seorang gadis yang cantik dan baik hati, yakni Chang'e. Pasangan suami-istri itu saling cinta-mencintai, dan hidup bahagia sejak itu.

Banyak orang mengikuti Hou Yi belajar kepandaiannya, salah satu anak buahnya adalah Peng Meng, yang cukup jahat.

Suatu peristiwa, Hou Yi sempat bertemu Ibu suri Raya Langit, dan diberikan obat awet muda seumur hidup. Katanya, siapa pun yang minum obat itu bisa segera terbang ke langit dan menjadi dewa. Hou Yi tidak minum obat itu karena tidak tega meninggalkan istrinya, akhirnya obat itu disimpan oleh Chang'e. Namun hal itu diketahui oleh Peng Meng. Dia ingin mencuri obatnya.

Suatu hari, ketika Hou Yi lagi memburu di luar, Peng Meng masuk ke kamar Chang'e dengan memegang pedang untuk merebut obat panjang umur itu. Untuk menjaga obat itu, Chang'e tak dapat tidak menelan obatnya, kemudian, badan Chang'e segera menjadi ringan dan mulai terbang ke langit. Karena Chang'e sangat kangen suaminya, akhirnya sang istri terbang ke bulan, bintang yang paling dekat dengan bumi.

Hou Yi pulang dan sangat sedih setelah mengetahui insiden itu, tapi penjahat Peng Meng telah kabur. Hou Yi melihat bulan sambil berteriak-teriak nama isitrinya. Tiba-tiba di mencatat, bulan di langit sangat murni dan terang, sepertinya ada satu bayangan yang mirip istrinya. Dia mencoba mengejar bulan tapi gagal
.
Hou Yi sudah putus asa, tapi tetap sangat merindukan istrinya, dia menaruh meja di halaman belakang rumahnya, menyediakan banyak manisan, dan buah-buahan yang disukai Chang'e, dia bersembayang ke bulan, tempat Chang'e tinggal.

Rakyat sesudah mengetahui Chang'e menjadi dewi di bulan, maka beramai-ramai menyediakan meja dengan sesajen untuk bersembahyang ke Chang'e.
Mulai saat itu, adat-istiadat sembahyang bulan sudah popular di Tiongkok.

Kamis, 02 Juli 2015

10 TRADISI TIONGHOA YANG DIPERCAYA DAPAT MEMBAWA KEBERUNTUNGAN

Setiap Masyarakat  memiliki tradisi yang diyakini dapat membawa dampak positif ataupun negatif. Pada masyarakat Tionghoa, tradisi atau simbol ini dianggap dapat mendatangkan keberuntungan dan kesejahteraan dalam rumah dan keluarga. Berikut ini adalah sepuluh tradisi masyarakat Tionghoa yang dianggap dapat membawa keberuntungan :

1. Bambu
Tanaman ini dianggap sebagai simbol keberuntungan. Bambu juga dianggap dapat membawa solidaritas dan kesatuan dalam keluarga. Tunas bambu yang diikat dengan pita merah melambangkan rasa kesatuan

2. Lampion 
Lampion dianggap dapat membawa keberuntungan dalam pernikahan dan umur panjang. Ini adalah item dekorasi yang dianggap dapat membawa keberuntungan bagi pengantin baru. Lampion Merah juga dipasang saat hari raya Imlek dengan tujuan dapat membawa keberuntungan/rejeki,

3. Koin Emas
Koin emas menyerupai kekayaan. Koin ini biasanya ditaruh di mangkuk atau Anda dapat membeli koin yang diikat dengan simpul mistik untuk membawa keberuntungan ke rumah Anda.

4. Dewa kekayaan
Patung dewa kekayaan juga dianggap dapat membawa keberuntungan ke rumah Anda dalam hal finansial. Namun syaratnya, seseorang harus menghadiahi ornamen ini kepada Anda untuk bisa membawa keberuntungan ke rumah Anda.

5. Pintu merah
Pintu yang dicat merah di awal tahun dianggap dapat membawa keberuntungan ke rumah. Warna merah juga dipercaya membawa sukacita dan kebahagiaan dalam keluarga.

6. Ornamen gajah atau harimau
Gajah termasuk dalam unsur keberuntungan. Patung gajah biasanya ditempatkan di dekat pintu depan rumah untuk mengusir nasib buruk. Jika diletakkan di kamar tidur, ornamen harimau, yang juga merupakan simbol kekuatan, dipercaya dapat menyembuhkan penyakit.

7. Patung Buddha tertawa
Patung Buddha tertawa dapat membawa ketenangan dan keberuntungan ke rumah. Jika patung ini ditempatkan di arah Barat rumah, itu diyakini dapat membawa kebahagiaan dan kekayaan spiritual.

8. Ikan Emas
Ikan mas seperti magnet yang dipercaya dapat mendatangkan kekayaan. Kombinasi terbaik yang diyakini dapat mendatangkan kekayaan adalah kombinasi dari delapan ikan emas berwarna merah atau emas dan satu hitam di dalam akuarium.

9. Kristal
Jika seseorang memiliki anak di rumah, dia disarankan untuk menempatkan kristal di arah timur laut dari rumahnya. Ini dilakukan untuk memastikan keberhasilan datang pada anak dan rumah itu.

10. Simbol bintang
Dalam tradisi Tionghoa dikatakan "Berharaplah pada bintang keberuntungan untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan". Menurut budaya China, bintang harus ditempatkan di rumah, sehingga apa pun yang diinginkan dapat terwujud.

Inilah sepuluh simbol / tradisi dalam masyarakat Tionghoa yang dipercaya dapat membawa keberuntungan.


Selasa, 30 Juni 2015

Peh Cun

Duanwu Jie (Hanzi: 端午節) atau yang dikenal dengan sebutan festival Peh Cun di kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. Peh Cun adalah dialek Hokkian untuk kata pachuan (Hanzi: 扒船, bahasa Indonesia: mendayung perahu). Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktik umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, namun istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini.
Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou. Perayaan festival ini yang biasa kita ketahui adalah makan bakcang (Hanzi: 肉粽, hanyu pinyin: ròuzòng) dan perlombaan dayung perahu naga. Karena dirayakan secara luas di seluruh Tiongkok, maka dalam bentuk kegiatan dalam perayaannya juga berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya. Namun persamaannya masih lebih besar daripada perbedaannya dalam perayaan tersebut.

Asal Usul  Perayaan Festival Peh Cun :   

Peringatan atas Qu Yuan

Zhongzi
Qu Yuan (Hanzi: 屈原) (339 SM - 277 SM) adalah seorang menteri negara Chu (Hanzi: 楚) di Zaman Negara-negara Berperang. Ia adalah seorang pejabat yang berbakat dan setia pada negaranya, banyak memberikan ide untuk memajukan negara Chu, bersatu dengan negara Qi (齊) untuk memerangi negara Qin (秦). Namun sayang, ia dikritik oleh keluarga raja yang tidak senang padanya yang berakhir pada pengusirannya dari ibu kota negara Chu. Ia yang sedih karena kecemasannya akan masa depan negara Chu kemudian bunuh diri dengan melompat ke sungai Miluo. Ini tercatat dalam buku sejarah Shi Ji.
Lalu menurut legenda, ia melompat ke sungai pada tanggal 5 bulan 5. Rakyat yang kemudian merasa sedih kemudian mencari-cari jenazah sang menteri di sungai tersebut. Mereka lalu melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan maksud agar ikan dan udang dalam sungai tersebut tidak mengganggu jenazah sang menteri. Kemudian untuk menghindari makanan tersebut dari naga dalam sungai tersebut maka mereka membungkusnya dengan daun-daunan yang kita kenal sebagai bakcang sekarang. Para nelayan yang mencari-cari jenazah sang menteri dengan berperahu akhirnya menjadi cikal bakal dari perlombaan perahu naga setiap tahunnya.

Bermula Dari Tradisi Suku Kuno Yue di Tiongkok Selatan

Perayaan sejenis Peh Cun ini juga telah dirayakan oleh suku Yue di selatan Tiongkok pada zaman Dinasti Qin dan Dinasti Han. Perayaan yang mereka lakukan adalah satu bentuk peringatan dan penghormatan kepada nenek moyang mereka. Kemudian setelah terasimilasi secara budaya dengan suku Han yang mayoritas, perayaan ini kemudian berubah dan berkembang menjadi perayaan Peh Cun yang sekarang kita kenal.

Kegiatan Dan Tradisi

  • Lomba Perahu Naga : Tradisi perlombaan perahu naga ini telah ada sejak Zaman Negara-negara Berperang. Perlombaan ini masih ada sampai sekarang dan diselenggarakan setiap tahunnya baik di Tiongkok Daratan, Hong Kong, Taiwan maupun di Amerika Serikat. Bahkan ada perlombaan berskala internasional yang dihadiri oleh peserta-peserta dari manca negara, kebanyakan berasal dari Eropa ataupun Amerika Utara. Perahu naga ini biasanya didayung secara beregu sesuai panjang perahu tersebut.
Bakcang
  • Makan Bakcang : Tradisi makan bakcang secara resmi dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam festival Peh Cun sejakDinasti Jin. Sebelumnya, walaupun bakcang telah populer di Tiongkok, namun belum menjadi makanan simbolik festival ini. Bentuk bakcang sebenarnya juga bermacam-macam dan yang kita lihat sekarang hanya salah satu dari banyak bentuk dan jenis bakcang tadi. Di Taiwan, pada zaman Dinasti Ming akhir, bentuk bakcang yang dibawa oleh pendatang dari Fujianadalah bulat gepeng, agak lain dengan bentuk prisma segitiga yang kita lihat sekarang. Isi bakcang juga bermacam-macam dan bukan hanya daging. Ada yang isinya sayur-sayuran, ada pula yang dibuat kecil-kecil namun tanpa isi yang kemudian dimakan bersama serikaya, gula manis.
  • Menggantungkan Rumput Ai dan Changpu : Peh Cun yang jatuh pada musim panas biasanya dianggap sebagai bulan-bulan yang banyak penyakitnya, sehingga rumah-rumah biasanya melakukan pembersihan, lalu menggantungkan rumput Ai (Hanzi: 艾草) dan changpu (Hanzi: 菖埔) di depan rumah untuk mengusir dan mencegah datangnya penyakit. Jadi, festival ini juga erat kaitannya dengan tradisi menjaga kesehatan di dalam masyarakat Tionghoa.
  • Mandi Tengah Hari : Tradisi ini cuma ada di kalangan masyarakat yang berasal dari Fujian (Hokkian, Hokchiu, Hakka),Guangdong (Teochiu, Kengchiu, Hakka) dan Taiwan. Mereka mengambil dan menyimpan air pada tengah hari festival Peh Cun ini, dipercaya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit bila dengan mandi ataupun diminum setelah dimasak.
  • Dan masih banyak kegiatan dan tradisi lainnya yang berbeda-beda di masing-masing propinsi di Tiongkok. Suku Manchu, Korea, Miao, Mongol juga merayakan festival ini dengan tradisi mereka masing-masing.