Welcome>>Selamat Datang Di Blog Marga Sung ^^

Sabtu, 09 Mei 2020

Meizhou, Diaspora orang Hakka



Meizhou atau Kota Meizhou (梅州市, Hakka: Mòi-chiu-sṳ), secara historis dikenal dengan nama Jiaying (嘉應, Kâ-yin), adalah kota setingkat prefektur yang terletak di timur laut Provinsi GuangdongRepublik Rakyat Tiongkok. Meizhou dikenal sebagai "kampung halaman orang Hakka", salah satu kelompok Tionghoa yang telah merantau dan tinggal di berbagai negara.

Sejarah singkat

Permukiman manusia di Meizhou dimulai sejak zaman Neoilitikum. Sejarah Meizhou dimulai sejak masuknya Suku Han dari Tiongkok utara yang berasimilasi dengan penduduk asli. Kelompok Suku Han ini yang kemudian dinamakan orang Hakka. Pada periode Dinasti Han Selatan, salah satu negara di Zaman Lima Dinasti dan Sepuluh Kerajaan (917-971), daerah Meizhou ditetapkan sebagai Prefektur Jingzhou. Pada zaman Dinasti Song Utara (960-1127), Prefektur Jingzhou berganti menjadi Distrik Meizhou (tahun 971). Karena di tempat itu tumbuh banyak tanaman bunga meihua, maka ia dinamai Meizhou "Daerah/distrik Bunga Prunus mume". Pada periode Dinasti Qing daerah ini ditingkatkan statusnya sebagai Karesidenan Jiaying (Jiaying-fu). Pada tahun 1912, Jiaying diubah menjadi kabupaten bernama Meixian (Kabupaten Mei). Selama periode Dinasti Qing dan awal abad ke-20, migrasi besar orang Hakka keluar dari Meizhou menuju berbagai tempat di Asia Tenggara, India, Taiwan dan benua Amerika. Meixian dijadikan kota setingkat prefektur Meizhou mulai tahun 1988 hingga sekarang.

Geografi

Kota Meizhou menempati daerah yang berbukit-bukit di timur laut Guangdong, berdekatan dengan perbatasan antar provinsi Guangdong, Fujian dan Jiangxi. Sungai Mei, anak Sungai Han, mengaliri Meizhou sebelum bermuara ke laut dekat Shantou. Kota Meizhou memiliki iklim subtropis dengan hari terpanas berlangsung di bulan Juli, hari terdingin pada bulan Januari. Curah hujan sebagian besar jatuh antara April sampai September.

Ekonomi dan transportasi

Ekonomi Meizhou tumbuh pesat sejak tahun 1990-an. Industri-industri yang tumbuh di sini ialah kimia, tekstil, elektronik dan bahan bangunan. Kota-kota besar yang berdekatan dengan Meizhou antara lain Shenzhen dan Shantou. Dari ibu kota provinsi Guangdong, Guangzhou, Meizhou berjarak 380 km. Meizhou merupakan pusat perekonomian di dataran Sungai Mei yang terletak di bagian belakang pesisir Guangdong. Jalur kereta api Meizhou-Guangzhou dan Meizhou-Shantou diselesaikan pada tahun 1990-an. Jalur kereta api dengan provinsi Fujian dibuka di Zhangping.

Budaya

Meizhou merupakan pusat budaya Hakka, dijuluki juga "Kampung Halaman Hakka"/"Ibu kotanya orang Hakka". Penduduk daerah ini berbicara dalam Bahasa Hakka dialek Meixian yang menjadi standar Bahasa Hakka. Berbeda dengan tulou, rumah Hakka khas Provinsi Fujian, bangunan-bangunan tradisional Hakka yang dapat ditemui di Meizhou adalah weilongwu, kompleks rumah-rumah rakyat yang hidup secara berdampingan. Seni Meizhou diwakili dalam balada-balada Hakka yang disebut "Lagu Gunung Hakka" (Hak-kâ Sân-kô) dan Opera Hakka. Orang Hakka memasak Kuliner Hakka yang berciri-ciri dengan hidangan yang berlemak, asin dan harum.

Administrasi

Wilayah Meizhou terdiri dari 2 distrik, yaitu Meijiang dan Meixian, Distrik Meijiang menjadi pusat Meizhou. serta 5 kabupaten (xian), dan satu kota setingkat kabupaten. Lima kabupaten tersebut yakni Dapu, Fengshun, Wuhua, Pingyuan dan Jiaoling.  Dan Kota setingkat kabupaten adalah Kota Xingning.

Objek wisata

Museum Hakka China: Tempat ini menunjukkan perkembangan Hakka, kelompok imigran utama orang Han di China Selatan; di sini Anda dapat belajar tidak hanya budaya dan semangat mereka tetapi juga kisah-kisah Hakka yang terkenal itu.

Kuil Lingguang: Kuil ini berdiri di kaki Gunung kota Yinna, 46 kilometer (29 mil) dari pusat kota. Dikenal sebagai salah satu dari empat kuil terkenal di Provinsi Guangdong, Kuil Lingguang telah berdiri di sana selama lebih dari 1.200 tahun sejak pertama kali dibangun pada Dinasti Tang (618-907).

Menara Lianfang dan Gunung Yinna: Gunung Yinna, 46 kilometer (29 mil) dari pusat kota Meizhou, adalah salah satu dari tiga gunung paling terkenal di Provinsi Guangdong. 

Kuil Lingguang yang terkenal berdiri di kaki Gunung Yinna. Menara Lianfang juga dikenal sebagai Huaqiao Weiwu. Weiwu adalah semacam hunian vernakular dari Hakka yang dihuni oleh seluruh marga. Bangunan ini dibangun oleh orang China luar negeri pada akhir Dinasti Qing (1644-1911). Bagian dalam dibangun sesuai dengan struktur menara tradisional yang terkepung, Weiwu, tetapi dinding luar dirancang untuk menjadi gaya barat. Ini adalah kombinasi dari Hakka tradisional dan bangunan barat.

Objek Wisata Kebun Kerinduan yang Mendambakan: Ini adalah desa liburan dengan luasnya ladang teh dan banyak vila. Anda tidak hanya dapat mencicipi semua jenis teh dan menonton pertunjukan seni teh, tetapi juga belajar tentang budaya Hakka dan melihat  tanah dan bangunan Hakka.

Tempat wisata lainnya: Pagoda Seribu-Buddha, Zona Wisata Huangfengwo Chashan (Gunung Teh)


Kamis, 24 September 2015

Legenda tentang Asal Usul Hari Tiong Ciu



Tanggal 15 bulan 8 Imlek adalah Festival Rembulan atau hari Tiong Ciu, salah satu hari raya tradisional yang sangat penting di Tiongkok. Tiong Ciu biasanya jatuh pada pertengahan musim gugur, maka juga disebut sebagai Hari Raya Pertengahan Musim Gugur.

Kini di Tiongkok terdapat banyak peninggalan sejarah seperti "Altar Sembahyang Bulan", "Serambi Sembahyang Bulan" atau "Gedung Menikmati Bulan". Misalnya "Kuil Bulan" (月坛) yang terletak di sebelah barat kota Beijing, adalah sebuah bangunan khusus untuk upacara sembahyang kepada bulan yang dibangun pada masa Dinasti Ming (1368-1644 Masehi).

Pada Hari Tiong Ciu, biasanya orang Tiongkok menaruh meja sembahyang di halaman terbuka, dengan disedikan kue bulan, delima, kurma dan kuaci di atasnya, setelah bersembahyang kepada bulan, anggota sekeluarga duduk berkeliling di meja, makan sambil ngobrol, bersama-sama menikmati pemandangan bulan purnama.
Makan kue bulan atau Tiong Ciu Piah pada hari raya tersebut adalah adat-istiadat masyarakat Tionghoa. Kue bulan yang berbentuk bulat melambangkan reuni keluarga.

Mengenai asal usulnya Hari Tiong Ciu, legenda "Chang'e terbang ke bulan" adalah salah satu cerita yang paling popular di Tiongkok.

Konon pada zaman dahulu, di langit terdapat 10 matahari sehingga padi-padi di ladang terpanggang hangus, dan dzi bumi binatang ganas dan ular berbisa merajalela ke mana-mana. Waktu itu, di bumi ada seorang pahlawan yang namanya Hou Yi. Hou Yi yang pandai memanah pada suatu hari menaiki gunung Kunlun dan dengan berani memanah jatuh Sembilan dari 10 matahari di langit, dan memerintahkan satu matahari yang sisa harus naik turun sesuai dengan jadwalnya.

Sejak itulah, Hou Yi menjadi pahlawan yang sangat dihormati rakyat, kemudian dia memperisteri seorang gadis yang cantik dan baik hati, yakni Chang'e. Pasangan suami-istri itu saling cinta-mencintai, dan hidup bahagia sejak itu.

Banyak orang mengikuti Hou Yi belajar kepandaiannya, salah satu anak buahnya adalah Peng Meng, yang cukup jahat.

Suatu peristiwa, Hou Yi sempat bertemu Ibu suri Raya Langit, dan diberikan obat awet muda seumur hidup. Katanya, siapa pun yang minum obat itu bisa segera terbang ke langit dan menjadi dewa. Hou Yi tidak minum obat itu karena tidak tega meninggalkan istrinya, akhirnya obat itu disimpan oleh Chang'e. Namun hal itu diketahui oleh Peng Meng. Dia ingin mencuri obatnya.

Suatu hari, ketika Hou Yi lagi memburu di luar, Peng Meng masuk ke kamar Chang'e dengan memegang pedang untuk merebut obat panjang umur itu. Untuk menjaga obat itu, Chang'e tak dapat tidak menelan obatnya, kemudian, badan Chang'e segera menjadi ringan dan mulai terbang ke langit. Karena Chang'e sangat kangen suaminya, akhirnya sang istri terbang ke bulan, bintang yang paling dekat dengan bumi.

Hou Yi pulang dan sangat sedih setelah mengetahui insiden itu, tapi penjahat Peng Meng telah kabur. Hou Yi melihat bulan sambil berteriak-teriak nama isitrinya. Tiba-tiba di mencatat, bulan di langit sangat murni dan terang, sepertinya ada satu bayangan yang mirip istrinya. Dia mencoba mengejar bulan tapi gagal
.
Hou Yi sudah putus asa, tapi tetap sangat merindukan istrinya, dia menaruh meja di halaman belakang rumahnya, menyediakan banyak manisan, dan buah-buahan yang disukai Chang'e, dia bersembayang ke bulan, tempat Chang'e tinggal.

Rakyat sesudah mengetahui Chang'e menjadi dewi di bulan, maka beramai-ramai menyediakan meja dengan sesajen untuk bersembahyang ke Chang'e.
Mulai saat itu, adat-istiadat sembahyang bulan sudah popular di Tiongkok.

Kamis, 02 Juli 2015

10 TRADISI TIONGHOA YANG DIPERCAYA DAPAT MEMBAWA KEBERUNTUNGAN

Setiap Masyarakat  memiliki tradisi yang diyakini dapat membawa dampak positif ataupun negatif. Pada masyarakat Tionghoa, tradisi atau simbol ini dianggap dapat mendatangkan keberuntungan dan kesejahteraan dalam rumah dan keluarga. Berikut ini adalah sepuluh tradisi masyarakat Tionghoa yang dianggap dapat membawa keberuntungan :

1. Bambu
Tanaman ini dianggap sebagai simbol keberuntungan. Bambu juga dianggap dapat membawa solidaritas dan kesatuan dalam keluarga. Tunas bambu yang diikat dengan pita merah melambangkan rasa kesatuan

2. Lampion 
Lampion dianggap dapat membawa keberuntungan dalam pernikahan dan umur panjang. Ini adalah item dekorasi yang dianggap dapat membawa keberuntungan bagi pengantin baru. Lampion Merah juga dipasang saat hari raya Imlek dengan tujuan dapat membawa keberuntungan/rejeki,

3. Koin Emas
Koin emas menyerupai kekayaan. Koin ini biasanya ditaruh di mangkuk atau Anda dapat membeli koin yang diikat dengan simpul mistik untuk membawa keberuntungan ke rumah Anda.

4. Dewa kekayaan
Patung dewa kekayaan juga dianggap dapat membawa keberuntungan ke rumah Anda dalam hal finansial. Namun syaratnya, seseorang harus menghadiahi ornamen ini kepada Anda untuk bisa membawa keberuntungan ke rumah Anda.

5. Pintu merah
Pintu yang dicat merah di awal tahun dianggap dapat membawa keberuntungan ke rumah. Warna merah juga dipercaya membawa sukacita dan kebahagiaan dalam keluarga.

6. Ornamen gajah atau harimau
Gajah termasuk dalam unsur keberuntungan. Patung gajah biasanya ditempatkan di dekat pintu depan rumah untuk mengusir nasib buruk. Jika diletakkan di kamar tidur, ornamen harimau, yang juga merupakan simbol kekuatan, dipercaya dapat menyembuhkan penyakit.

7. Patung Buddha tertawa
Patung Buddha tertawa dapat membawa ketenangan dan keberuntungan ke rumah. Jika patung ini ditempatkan di arah Barat rumah, itu diyakini dapat membawa kebahagiaan dan kekayaan spiritual.

8. Ikan Emas
Ikan mas seperti magnet yang dipercaya dapat mendatangkan kekayaan. Kombinasi terbaik yang diyakini dapat mendatangkan kekayaan adalah kombinasi dari delapan ikan emas berwarna merah atau emas dan satu hitam di dalam akuarium.

9. Kristal
Jika seseorang memiliki anak di rumah, dia disarankan untuk menempatkan kristal di arah timur laut dari rumahnya. Ini dilakukan untuk memastikan keberhasilan datang pada anak dan rumah itu.

10. Simbol bintang
Dalam tradisi Tionghoa dikatakan "Berharaplah pada bintang keberuntungan untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan". Menurut budaya China, bintang harus ditempatkan di rumah, sehingga apa pun yang diinginkan dapat terwujud.

Inilah sepuluh simbol / tradisi dalam masyarakat Tionghoa yang dipercaya dapat membawa keberuntungan.


Selasa, 30 Juni 2015

Peh Cun

Duanwu Jie (Hanzi: 端午節) atau yang dikenal dengan sebutan festival Peh Cun di kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. Peh Cun adalah dialek Hokkian untuk kata pachuan (Hanzi: 扒船, bahasa Indonesia: mendayung perahu). Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktik umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, namun istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini.
Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou. Perayaan festival ini yang biasa kita ketahui adalah makan bakcang (Hanzi: 肉粽, hanyu pinyin: ròuzòng) dan perlombaan dayung perahu naga. Karena dirayakan secara luas di seluruh Tiongkok, maka dalam bentuk kegiatan dalam perayaannya juga berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya. Namun persamaannya masih lebih besar daripada perbedaannya dalam perayaan tersebut.

Asal Usul  Perayaan Festival Peh Cun :   

Peringatan atas Qu Yuan

Zhongzi
Qu Yuan (Hanzi: 屈原) (339 SM - 277 SM) adalah seorang menteri negara Chu (Hanzi: 楚) di Zaman Negara-negara Berperang. Ia adalah seorang pejabat yang berbakat dan setia pada negaranya, banyak memberikan ide untuk memajukan negara Chu, bersatu dengan negara Qi (齊) untuk memerangi negara Qin (秦). Namun sayang, ia dikritik oleh keluarga raja yang tidak senang padanya yang berakhir pada pengusirannya dari ibu kota negara Chu. Ia yang sedih karena kecemasannya akan masa depan negara Chu kemudian bunuh diri dengan melompat ke sungai Miluo. Ini tercatat dalam buku sejarah Shi Ji.
Lalu menurut legenda, ia melompat ke sungai pada tanggal 5 bulan 5. Rakyat yang kemudian merasa sedih kemudian mencari-cari jenazah sang menteri di sungai tersebut. Mereka lalu melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan maksud agar ikan dan udang dalam sungai tersebut tidak mengganggu jenazah sang menteri. Kemudian untuk menghindari makanan tersebut dari naga dalam sungai tersebut maka mereka membungkusnya dengan daun-daunan yang kita kenal sebagai bakcang sekarang. Para nelayan yang mencari-cari jenazah sang menteri dengan berperahu akhirnya menjadi cikal bakal dari perlombaan perahu naga setiap tahunnya.

Bermula Dari Tradisi Suku Kuno Yue di Tiongkok Selatan

Perayaan sejenis Peh Cun ini juga telah dirayakan oleh suku Yue di selatan Tiongkok pada zaman Dinasti Qin dan Dinasti Han. Perayaan yang mereka lakukan adalah satu bentuk peringatan dan penghormatan kepada nenek moyang mereka. Kemudian setelah terasimilasi secara budaya dengan suku Han yang mayoritas, perayaan ini kemudian berubah dan berkembang menjadi perayaan Peh Cun yang sekarang kita kenal.

Kegiatan Dan Tradisi

  • Lomba Perahu Naga : Tradisi perlombaan perahu naga ini telah ada sejak Zaman Negara-negara Berperang. Perlombaan ini masih ada sampai sekarang dan diselenggarakan setiap tahunnya baik di Tiongkok Daratan, Hong Kong, Taiwan maupun di Amerika Serikat. Bahkan ada perlombaan berskala internasional yang dihadiri oleh peserta-peserta dari manca negara, kebanyakan berasal dari Eropa ataupun Amerika Utara. Perahu naga ini biasanya didayung secara beregu sesuai panjang perahu tersebut.
Bakcang
  • Makan Bakcang : Tradisi makan bakcang secara resmi dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam festival Peh Cun sejakDinasti Jin. Sebelumnya, walaupun bakcang telah populer di Tiongkok, namun belum menjadi makanan simbolik festival ini. Bentuk bakcang sebenarnya juga bermacam-macam dan yang kita lihat sekarang hanya salah satu dari banyak bentuk dan jenis bakcang tadi. Di Taiwan, pada zaman Dinasti Ming akhir, bentuk bakcang yang dibawa oleh pendatang dari Fujianadalah bulat gepeng, agak lain dengan bentuk prisma segitiga yang kita lihat sekarang. Isi bakcang juga bermacam-macam dan bukan hanya daging. Ada yang isinya sayur-sayuran, ada pula yang dibuat kecil-kecil namun tanpa isi yang kemudian dimakan bersama serikaya, gula manis.
  • Menggantungkan Rumput Ai dan Changpu : Peh Cun yang jatuh pada musim panas biasanya dianggap sebagai bulan-bulan yang banyak penyakitnya, sehingga rumah-rumah biasanya melakukan pembersihan, lalu menggantungkan rumput Ai (Hanzi: 艾草) dan changpu (Hanzi: 菖埔) di depan rumah untuk mengusir dan mencegah datangnya penyakit. Jadi, festival ini juga erat kaitannya dengan tradisi menjaga kesehatan di dalam masyarakat Tionghoa.
  • Mandi Tengah Hari : Tradisi ini cuma ada di kalangan masyarakat yang berasal dari Fujian (Hokkian, Hokchiu, Hakka),Guangdong (Teochiu, Kengchiu, Hakka) dan Taiwan. Mereka mengambil dan menyimpan air pada tengah hari festival Peh Cun ini, dipercaya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit bila dengan mandi ataupun diminum setelah dimasak.
  • Dan masih banyak kegiatan dan tradisi lainnya yang berbeda-beda di masing-masing propinsi di Tiongkok. Suku Manchu, Korea, Miao, Mongol juga merayakan festival ini dengan tradisi mereka masing-masing.
                               

Kamis, 14 Februari 2013

Qi Shi 七夕 - Hari "Valentine" Tionghoa



Qi Shi 七夕 - Hari "Valentine" Tionghoa

14 Februari adalah hari Valentine Barat yang diperingati luas di dunia. Namun sebenarnya orang Tionghoa juga punya hari valentine sendiri. Chinese Valentine memang masih lama, namun menyambut hari Valentine 14 Februari, saya turunkan juga tulisan tentang Chinese Valentine yang populer di kalangan Tionghoa di seluruh dunia. 

Chinese Valentine disebut "Qi Shi", yang artinya malam ketujuh di bulan tujuh penanggalan Imlek. Jadi Chinese Valentine jatuh pada tanggal 7 bulan 7 penanggalan Imlek. Asal usul perayaan hari kasih sayang ala Chinese ini berasal dari sebuah legenda yang diceritakan turun temurun. 

Dikisahkan pada zaman dulu (juga tertulis di beberapa buku sejarah kuno Tiongkok), pada tanggal 7 bulan 7 penanggalan Imlek, bintang Altair (Niu Lang Sing, Bintang Penggembala) yang terpisah dengan bintang Vega (Ce Nu Sing, Bintang Wanita Penenun) akan melewati Milky Way dan bertemu setahun sekali. 

Legenda yang kemudian populer selama ribuan tahun menceritakan bahwa wanita penenun adalah anak dari Raja Dewa Yu Huang di kerajaan langit. Ia terkenal akan kepintaran dan kecantikannya. Setelah remaja, tentu saja seperti gadis remaja lainnya, ia ingin mencari pasangan hidup yang baik. Waktu yang bersamaan, di bumi ada seorang penggembala. Setelah orang tuanya meninggal, ia kemudian selalu disiksa dan dikucilkan saudara2nya dan dalam pembagian harta sang orang tua, ia cuma diberikan seekor kerbau yang selalu digembalakannya sedangkan saudara2nya mendapatkan sawah dan rumah orang tuanya. 

Penggembala sangat menyayangi sang kerbau, ia selalu menganggap kerbau sebagai keluarganya dan menceritakan segala keluh kesahnya. Suatu hari, sang kerbau memanggil namanya dan memintanya untuk ke pinggir sungai karena akan ada beberapa gadis yang sedang mencuci baju besok. Sang kerbau menyuruhnya mengambil baju berwarna ungu dan gadis pemiliknya akan ditakdirkan menjadi istrinya. 

Keesokan harinya, penggembala melaksanakan perintah sang kerbau dan ia kemudian bertemu dengan sang penenun yang merupakan pemilik baju ungu tersebut. Mereka kemudian saling menyukai dan memutuskan untuk menikah dan hidup bahagia. Namun peristiwa tadi diketahui oleh Ratu di kerajaan langit dan segera menyuruh penenun untuk pulang ke kerajaan langit. Penggembala kemudian mengejar penenun, namun Ratu mencabut konde emasnya dan melemparkannya di antara mereka. Konde kemudian berubah menjadi sungai perak yang dikenal sebagai galaksi Milky Way untuk memisahkan mereka selamanya. 

Namun setelah melihat kesungguhan hati dan cinta mereka, Ratu kemudian memperbolehkan mereka untuk bertemu setahun sekali pada tanggal 7 bulan 7. Pada malam ini, burung magpie yang mengasihani mereka akan membuat jembatan di atas Milky Way supaya mereka dapat bertemu. 

Memang seperti dongeng anak sebelum tidur dan juga banyak sekali versi yang ada di masyarakat. Legenda tinggal legenda, yang harus kita ambil adalah makna yang terkandung di dalamnya. Beruntunglah kita yang memiliki cinta dan kasih sayang di dekat kita dibandingkan dengan kisah cinta penggembala dan penenun yang cuma bisa bertemu setahun sekali. Cintai dan sayangilah pasangan hidup kita selagi kita bisa menyayanginya. Jangan cuma bisa merindukannya bila telah jauh berpisah. 

Perayaan Chinese Valentine ini sangat populer di Taiwan, RRC, HK dan Macau, selain daripada Valentine 14 Februari. Perangko dan uang logam kenang2an juga telah dikeluarkan oleh pemerintah negara di atas. Namun, perayaan setahun sekali ini cuma sebuah perlambang. Bagi pasangan yang penuh dengan kasih sayang dalam kehidupannya, 365 hari dalam setahun adalah hari Valentine bagi mereka.

Berlainan dengan perayaan hari Valentine di dunia barat yang bermakna agamis. perayaan Chinese valentine maknanya sangat romantis dan puitis. cobalah simak sebuah Syair yang ditulis penyair dari dinasti Song, yang menggambarkan legenda putri penenun dan putra gembala.

TITIAN  JALAK
Qin Guan ( 1049–1100 ; Song )

Awan lembut mengolak lukisan,
bintang terbang menebar penyesalan,
samar melintasi Bima Sakti yang tanpa tepian.
Satu kali bersua dalam angin emas embun perak,
telah melebihi berulang berjumpa di dunia insan!

Cinta yang lembut selaksana air,
hari yang bahagia bagaikan mimpi,
tak kuasa menengok jalan kembali lewat titian jalak!
Apabila cinta di kedua hati adalah kekal abadi,
masihkah kehadiran dihitung setiap senja setiap pagi?